26 April 2019 6675

Membangun Budaya Risiko

Prinsip ketujuh ISO 31000:2018 menyatakan bahwa perilaku manusia dan budaya memengaruhi secara signifikan semua aspek manajemen risiko pada setiap tingkatan organisasi. Untuk mempertajam pengertian budaya perusahaan secara khusus terhadap bagaimana kemampuannya secara bersama dalam mengelola risiko. Perlu dijelaskan pengertian beberapa istilah berikut:
 
  • Risk attitude adalah sikap yang dipilih oleh seseorang atau kelompok terhadap risiko sebagai akibat dari pesepsi terhadap risiko atau sikap awal yang dimiliki.
  • Risk behaviour adalah perilaku yang tampak terkait risiko, misalnya pengambilan keputusan berbasis risiko, komunikasi tentang risiko, dan melaksanakan proses manajemen risiko.
  • Risk culture adalah nilai-nilai, kepercayaan, pengetahuan dan pemahaman tentang risiko yang dianut oleh  sekelompok orang yang mempunyai tujuan sama, khususnya pemimpin dan karyawan sebuah organisasi atau perusahaan.
 
Dari uraian diatas maka penting sekali untuk menetapkan risk attitude bagaimana yang diinginkan organisasi dan mengetahui apa saja yang dapat membentuk risk attitude tersebut sehingga akan diperoleh budaya risiko yang positif.
 
Risk attitude yang diinginkan untuk membentuk budaya risiko  adalah sikap yang memandang bahwa manajemen risiko menjadi kewajiban semua orang untuk menerapkannya maka akan memberikan kepastian yang wajar dalam pencapaian sasaran kerja. Attitude semacam ini akan mendorong perilaku untuk sadar risiko dan siap menangani potensi risiko yang mengancam pencapaian sasaran, atau sebaliknya siap mengambil peluang yang mempercepat pencapaian sasaran. Secara kumulatif, perilaku ini akan menimbulkan budaya risiko yang positif bagi perusahaan.
 
Dari uraian beberapa literatur, dapat dirumuskan beberapa faktor yang dapat memengaruhi pembentukan sikap terhadap risiko, antara lain:
 
  • Keyakinan dan kesadaran terhadap manajemen risiko, keyakinan ini diperoleh dari pemahaman dan kompetensi yang memadai mengenai manajemen risiko dan manfaatnya dalam lingkup pekerjaan.
  • Adanya kepemimpinan risiko dari pimpinan perusahaan yang siap memberikan support untuk penerapan manajemen risiko dan menjadikan dirinya sebagai panutan penerapan manajemen risiko dalam perilakunya sehari-hari.
  • Lingkungan penerapan manajemen risiko yang inklusif dan melibatkan semua pihak yang terkait secara baik dan kooperatif. Ini dapat dicapai melalui praktik kepemimpinan risiko yang efektif.
  • Pengalaman penerapan manajemen risiko sebelumnya perlu mendapat perhatian khusus sehingga tidak mengulang pengalaman buruk dimasa lalu.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran budaya risiko (Risk awareness) maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
 
Pertama, komitmen pimpinan menciptakan irama yang sama (tone at the top). Sebelum penerapan budaya risiko diimplementasikan, harus ada komitmen bersama dari para pemimpin (eksekutif). Pemimpinlah yang menjadi pendorong utama untuk memulai budaya risiko. Selanjutnya, manajer-manajer dan pimpinan level menengah berperan penting dalam mengomunikasikan dan mempengaruhi perilaku karyawan/pegawai dalam upaya untuk mengimplementasikan manajemen risiko.
 
Kedua, memberikan edukasi kepada seluruh stakeholders mengenai pentingnya melakukan manajemen risiko, bagaimana potensi kerugian jika tanpa manajemen risiko, melakukan workshop dan training manajemen risiko untuk manajer di berbagai level organisasi, bahkan stakeholders lainnya, supaya stakeholders yang terkait dengan bisnis kita dapat melakukan manajemen risiko dengan standar yang sama.
 
Ketiga, melakukan kegiatan-kegiatan bersifat knowledge sharing mengenai manajemen risiko, di mana karyawan dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai manajemen risiko.
 
Keempat, sesuatu menjadi culture jika dilakukan secara terus menerus dan konsisten dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu, supaya budaya risiko tercipta, maka harus terdapat komunikasi yang konsisten mengenai pentingnya manajemen risiko dalam aktivitas keseharian. Sehingga orang akan konsisten dalam melakukan manajemen risiko dan aktivitasnya.
 
Kelima, jika perusahaan mengekspektasikan supaya orang-orang di dalamnya sadar akan risiko maka prosedur penerapan manajemen risiko harus didokumentasikan, disosialisasikan, untuk kemudian diimplementasikan dalam keseharian pengambilan keputusan. Hal ini supaya jelas, dan tidak terjadi kebingungan mengenai langkah apa yang harus diambil.
 
Untuk menjaga komitmen dan memastikan bahwa kebijakan budaya risiko telah dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh manajemen dan pegawai perusahaan maka strategi penerapan budaya risiko harus selaras dengan strategi penerapan manajemen risiko perusahaan, perusahaan juga dapat menetapkan roadmap penerapan budaya risiko per tahun sesuai dengan level tingkat kematangan yang ingin dicapai, monitoring penerapan budaya risiko dengan melakukan pengukuran tingkat kematangan budaya risiko minimal sekali dalam setahun, perusahaan juga dapat melakukan kaji ulang kebijakan budaya risiko sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun. Beberapa Indikator keberhasilan didalam penerapan dan peningkatan  budaya risiko perusahaan adalah :
 
  • Tercapainya Target Perusahaan sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.
  • Penurunan tren eksposur risiko baik dari sisi frekuensi mau pun kerugian secara material.
  • Penurunan trend temuan audit baik intern dan ekstern dari sisi frekuensi maupun kualitas, termasuk juga penyelesaian tindak lanjut temuan audit intern dan ekstern.
 
Keberhasilan penerapan budaya risiko tentunya juga memberikan dampak untuk menjaga kesinambungan perusahaan (sustainability business) dimasa yang akan datang.
 
***

Penulis

Admin